Puasa di Negeri Mayoritas
Puasa di Indonesia itu enak. Tidak seperti di Timbuktu. Kalau di Indonesia, tidak perlu lihat posisi bulan kalau mau tahu Ramadhan sudah dekat. Kamu tinggal setel tivi. Kalau di sana kamu lihat tiba-tiba iklan Anang tiba-tiba jadi iklan islami, iklan mie instan jadi iklan islami, iklan sabun jadi iklan islami, atau iklan kopi jadi iklan islami, terus iklan islami jadi apa? Jadi banyak.
Kalau kondisi periklanan sudah setema seperti ini, biasanya Ramadhan memang sudah dekat.
Atau kamu tahu Ramadhan di negeri mayoritas ini sudah dekat atau malah sudah tiba, kalau di tivi-tivi dan portal-portal berita sudah marak berita organisasi masyarakat yang sweeping warung-warung dan tempat hiburan yang tetap buka pada bulan puasa. Biasanya sih kamu akan langsung tahu, sebab biasanya sweeping ini akan ramai, apalagi kalau ada bumbu-bumbu bentroknya.
Ramadhan di negeri mayoritas memang indah. Biasanya, setiap sore di poros-poros jalan, akan berbaris penjajah makanan ringan yang muncul secara misterius entah dari mana. Mereka akan menyiksa, merampok, dan mengeksploitasi makanan secara keji dan tanpa ampun. Oke, maksud saya pejaja makanan, bukan penjajah. Ya, kamu tahulah penjaja itu, yang suka jualan dengan harapan kamu memutuskan untuk beli. Oh, pokoknya penjaja makanan ini akan ramai menyajikan menu buka puasa yang beragam, kamu bisa memilih yang mana kamu suka. Karena terlalu banyaknya pilihan, ini bisa jadi bahaya untuk orang-orang yang rentan galau. Biasanya, yang rentan galau kan susah memilih anaknya?
Ramadhan di negeri mayoritas memang indah. Kita bisa memaksa orang yang tidak ikut puasa untuk lebih menghargai kita. Kita bisa memarahi dia kalau misalnya dia makan atau minum siang-siang. Ramadhan di negeri mayoritas memang indah. Kita bisa memaksa warung-warung untuk tutup di siang hari. Boleh buka kalau sudah buka.
Ramadhan di negeri yang Indonesia ini memang indah. Yang bikin susah adalah menjalankannya di negeri yang dominan ini, tanpa perlu mendominasi.
Makassar, 30 Juli 2013
Sudah Sahur-Sebelum Imsak.
Paragraf kedua terakhirnya. :))
BalasHapusMakasih udah baca, Om :))
Hapustulisan khas tyar dengan akhir yang indah...semoga bisa dijalankan...^^
BalasHapusHehe. Amin. Makasih sudah baca, Meike. Keep writing ya.
HapusSuka yg bagian galau, pilih makanan untk buka puasa ternyata bisa bikin galau juga yah :|
BalasHapussekarang sudah lebaran... jadi mohon maaf lahir batin yah :)
BalasHapus