Nomor Hape Penjual Bakso
Di sana ada Ari, Syukur, Lia, Putra, Dayan, dan saya (yang paling tampan). Sedang hidup tetapi lapar karena belum makan penyebabnya. Dan, kalau kalian belum tahu, lokasi pengkaderan waktu itu adalah di sebuah perkampungan yang agak jauh dari daerah perkotaan, apalagi Los Angeles. Jadi, warung makan di sana, sangat minim jumlahnya. Ada satu, warung bakso, yang kata Lia enak. Kami sepakat untuk makan malam di sana, Kalian tidak kami ajak sebab kalian sombong tidak ada di sana tempo hari.
Sehingga sampailah kami di warung bakso yang dimaksud. Gerobaknya tidak beroda. Dan oh, betapa kagetnya kami, yang rerata lelaki itu, oleh sosok yang menjaga gerobak bakso tidak beroda itu ternyata dua orang perempuan muda, barangkali kelas tiga SMA, dan cantik. Kulitnya putih, rambutnya diikat, dan senyumnya juga murah sekali. Kami senang. Jadi ingin berlama-lama di sana dan hampir lupa untuk memesan bakso.
"Tabe', Bakso ta'. Enam mangkok", maksud saya "Pesan baksonya enam porsi ya". Saya ingin menambahkan kata, "Cantik" atau "Manis" di akhir kalimat yang barusan saya ucap barusan, tapi saya tidak berani. Hehehe.
Benar saja, baksonya memang enak. Atau karena mereka cantik saja, jadi jualan apapun, semua yang datang pasti akan bilang enak. Tapi memang, bakso jualan mereka tempo hari, memang nyata enaknya.
"Mbak, baksonya harus beli berapa ya kalau mau dapet nomer hape?".
Ya ampun. Apakah yang barusan saya tanyakan pada mereka itu? Hahaha. Kita semua pada tertawa. Semua yang ada di sana tertawa, kecuali mbak-mbak yang jualan bakso karena tersipu malu. Linglung mau jawab apa. Kemudian tertawa kecil.
Kami makan lagi.
"Mbak! Minta kecap!" Kata saya sebelum berkata lagi
"Sekalian nomer Hape!!!"
Kemudian yang di sana pada tertawa lagi. Dikiranya saya bercanda padahal memang iya.
Kemudian di sanalah kami, di Kabupaten Takalar sedang makan bakso. Saya dan Ari bergantian mengeluarkan gombalan-gombalan maut yang menggetarkan jiwa. Iya, entah kenapa kami bisa seberani malam itu, padahal sebelumnya kami tidak pernah begitu, tidak pernah menggombali perempuan dengan sefrontal itu, apalagi yang belum sempat dikenal, apalagi sambil jualan bakso.
Besoknya kami ketemu dengan mereka lagi. Tapi tidak untuk beli bakso serupa semalam. Melainkan untuk menumpang mandi di rumah tetangganya yang memang bersebelahan dengan rumahnya. Mereka tersenyum, melemparkan senyum yang saya tidak perlu membayar untuk mendapatkannya. Manis. Senyuman itu saya balas dengan sesama senyuman juga yang mudah-mudahan menurut mereka manis. Supaya lunas, supaya tidak dibilang orang kota yang sombong.
Hahaha. Nona penjual bakso di Kabupaten Takalar, apa kabar kalian sekarang? Sungguh waktu itu kami tidak ada niat untuk mengganggu Kalian. Aduhai, Nona, Apakah setelah kami pergi kemudian ada juga laki-laki yang menggombali kalian? Saya harap ada, supaya kalian tidak terlalu merasakan sepi di sana. Supaya kalian bisa setiap malam tertawa lepas seperti waktu itu. Supaya kalian senang.
Makassar, 18 Pebruari 2012
des tak des des
BalasHapusHeadline news tribun timur beberapa waktu lalu
"2 penjual bakso di takalar merasa risih digombali pendatang dari kota"
tapi tidak disebutkan jenis kelaminnya.
des tak des des
Asai
Des tak des des tak des des tak des des tak!
Hapusmuahaha *ngakak*._.
BalasHapusBAYAR!
HapusHaha
<-- pacar penjual bakso datang
BalasHapusNgaku ngaku -.-
Hapuspenjual baksonya itu cewe ya bleh? apa wanita?
BalasHapusInsyaAllah cewek, bleh. Cantik dan manis dan putih dan menggemaskan dan manis sekali senyumnya dan cantik pula!
Hapusjauhnya tawwa pergi makan bakso deh -____-"
BalasHapuscewek lagi.hha
Makin jauh makin eksis tohh...
Hapuskunjunga sob ..
BalasHapussalam sukses selalu ..:D
Iya, Sop. Makasih :)
Hapussalam kenal dari adek tukang baksonya muahahaha
BalasHapusApa juga ini ngaku ngaku -.-
HapusHaha